Kamis, 16 Januari 2014

TUGAS SIVA SIDHANTA


Nama   : Ni Kadek Budiantari
Nim     : 10.1.1.1.1.3895
Kelas   : PAH B V

Siva Sidhanta II
Makna Canang Sari dan Hubungannya dengan
Penyatuan Konsep Siva Sidhanta di dalamnya

Canang Sari merupakan ciptaan dari Mpu Sangkulputih yang menjadi sulinggih menggantikan Danghyang Rsi Markandeya di Pura Besakih. Canang Sari ini dalam persembahyangan penganut Hindu di Bali adalah kuantitas terkecil namun inti (kanista = inti). Canang sari disebut terkecil namun inti karena dalam setiap banten atau yadnya apa pun selalu berisi canang sari.
Canang Sari sering dipakai untuk persembahyangan sehari-hari di Bali. Canang Sari juga mengandung salah satu makna symbol bahawa Weda untuk memohon kekuatan Widya (pengetahuan) kehadapan Sang Hyang Widhi untuk Bhuana Agung dan Bhuana Alit.
Canang berasal dari kata “Can” yang berarti indah, sedangkan “Nang” berarti tujuan atau maksud (bhsa Kawi/Jaw Kuno). Sari berarti inti atau sumber. Dengan demikian Canang Sari bermakna untuk memohon kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara sekala maupun niskala ( http://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2011/12/canang-sari.html diakses pada tanggal 5 Oktober 2012 pukul 12.23 Wita)
            Menurut hasil Forum diskusi Jaringan Hindu Nusantara yang termuat dalam blog http://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2011/12/canang-sari.html, mengenai bentuk dan fungsi canang menurut pandangan Hindu Bali ada beberapa macam sesuai dengan kegiatan upakara yang dilaksanakan. Canang dikatakan sebagai penjabaran dari bahasa Weda. Ada pun makan yang terdapat dalam Canang Sari meliputi:
1.    Canang memakai alas berupa “ceper” (berbentuk segi empat) adalah symbol “Ardha Candra” (bulan).
2.    Pelawa lambang ketulus ikhlasan dalam menghaturkan persembahan.
3.    Di atas ceper diisikan sebuah “porosan” yang bermakna persembahan tersebut harus dilandasi oleh hati yang welas asih serta tulus kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa Nya, demikian pula dalam hal kita menerima anugrah dan karunia-Nya. Porosan juga mengandung makna Tri Mutrhi, yaitu Dewa Brahma, Wisnu dan Siva. Di mana porosan terdiri atas daun plawa, sirih, dan pamor. Plawa melambangkan Dewa Wisnu, daun sirih melambangkan Brahma, dan pamor melambangkan Dewa Siwa.
4.    Di atas ceper ini juga berisikan seiris tebu, pisang dan sepotong jaja (kue) adalah sebagai simbol kekuatan "Wiswa Ongkara" (Angka 3 aksara Bali).
5.    Kemudian di atas point 2 dan 3 di atas, disusunlah sebuah "Sampian Urasari" yang berbentuk bundar sebagai dasar untuk menempatkan bunga. Hal ini adalah simbol dari kekuatan "Windhu" (Matahari). Lalu pada ujung-ujung Urasari ini memakai hiasan panah sebagai simbol kekuatan "Nadha" (Bintang).
Penataan bunga berdasarkan warnanya di atas Sampian Urasari diatur dengan etika dan tattwa, harus sesuai dengan pengider-ideran (tempat) Panca Dewata. Adapun penataan bunga yang benar meliputi:
a.    Bunga berwarna Putih (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna merah muda) disusun untuk menghadap arah Timur, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari (Bidadari) Gagar Mayang oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Iswara agar memercikkan Tirtha Sanjiwani untuk menganugerahi kekuatan kesucian skala niskala.
b.    Bunga berwarna Merah disusun untuk menghadap arah Selatan, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Saraswati oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Brahma agar memercikkan Tirtha Kamandalu untuk menganugerahi kekuatan Kepradnyanan dan Kewibawaan.
c.    Bunga berwarna Kuning disusun untuk menghadap arah Barat, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Ken Sulasih oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Mahadewa agar memercikkan Tirtha Kundalini untuk menganugerahi kekuatan intuisi.
d.   Bunga berwarna Hitam (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna biru, hijau atau ungu) disusun untuk menghadap arah Utara, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Nilotama oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Wisnu agar memercikkan Tirtha Pawitra untuk menganugerahi kekuatan peleburan segala bentuk kekotoran jiwa dan raga.
e.    Bunga Rampe (irisan pandan arum) disusun di tengah-tengah, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Supraba oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Siwa agar memercikkan Tirtha Maha mertha untuk menganugerahi kekuatan pembebasan (Moksa).
Dapat dikatakan bahwa bunga canang, kembang rampe, porosan adalah simbol dari Tarung / Tedung dari Ong Kara (isi dari Tri Bhuwana (Tri Loka) = Bhur-Bwah-Swah).
Dilihat dari makna tersebut di atas, apabila dikaji dengan hubungan penyatuan Siva Sidhanta di Bali, maka dapat canang sari memiliki makna yang merupakan suatu konsep penyatuan Siva Sidhanta di Bali. Ceper merupakan lambang Ardha Candra yaitu bulan merupakan kristalisasi dari sekte Sora, porosan merupakan lambang Tri Mutrhi merupakan kristalisasi dari sekte Brahma, Waisnawa, dan Siwa. Sampian urasari merupakan kristalisasi dari sekte sora karena sampian urasari merupakan lambang dari Windhu (Matahari) dan Nadha (Bulan).
Begitu pula dalam pemakaian bunga dalam canang sari. Bunga putih melambangkan Isvara. Isvara merupakan bentuk lain dari Siva, sehingga ini merupakan bentuk kristalisasi dari sekte Siwa. Bunga merah merupakan lambang dari dewa Brahma merupakan bentuk kristalisasi dari sekte Brahma. Bunga kuning merupakan lambang dari dewa Mahadewa yang merupakan nama lain dari Wisnu. Begitu pula bunga yang berwarna hitam merupakan lambang dari dewa Wisnu. Dapat dikatakan bahwa ini merupakan bentuk kristalisasi dari sekte waisnawa. Rampe (irisan pandan arum) merupakan lambang dari Siva, secara jelas dapat dikatakan bahwa rampe merupakan bentuk kristalisasi dari sekte Siva.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar